Asal Mula Berdiri Kasur di Tapelan

Foto By Wiwin: kasur  karya anak-anak Sri
Berawal dari Sri Podho yang terjepit perekonomian keluarga 44 tahun yang lalu. Dia melihat seorang penjual kasur keliling didesa Tapelan. Dalam hatinya terfikir “ kalau orang luar saja bisa laku menjual kasur didesa kenapa aku diam”. Kemudian dia bergegas mengambil kain kantong terigu untuk dijadikan bantal dan mengisiya dengan kapuk yang berada disamping rumahnya. Berulang-ulang dia membongkar dan menjahit kembali hasil karyanya karena dirasa belum sempurna. Tanpa putus asa dia mencoba kembali hingga bantal hasil karyanya layak jual.

Setelah dirasa dia lancar membuat bantal, dia mulai terfikir untuk memanfaatkan pohon yang randu yang berada disamping rumahnya. Setelah Sri meramu biji-biji randu bermekaran, para tetangga mulai ramai memesan bantal dan kassur kepadanya. Pada saat itu dia juga melayani jasa panggilan untuk membuat kasur tetangganya. Biasanya para tetangga yang memiliki pohon randu pribadi, berkeinginan membuat kasur, namun karena keterbatasan kemampuan mereka meminjam jasa Sri untuk membuatkan kasur. Pada tahun 1970 upah Sri untuk membuat kasur adalah 50 rupiah.

Untuk belajar membuat kasur Sri mencuri ilmu dari temannya diluar desa Tapelan yang juga seprofesi dengannya. Awalnya dia hanya disuruh membantu membuat bantal, namun disamping membuat bantal Sri memperhatikan temannya dalam mengukur pembuatan kasur. Setiap pulang dari rumah temannya Sri berlatih dirumah dengan ukuran kayu bambu.

Lambat laun kejayaan kasur Sri menarik perhatian masyarakat untuk turut serta membuat kasur. Dengan demikian pohon-pohon randu yang ada di Tapelan dapat dimanfaatkan oleh warga sendiri tanpa harus menjual keluar desa. Semakin hari semakin banyak saingan Sri dalam membuat kasur, pamor kasur Sri mulai surut, karena pembuat kasur kaum muda lebih aktif dan kreatif. Sri yang dibantu oleh suaminya dalam membuat kasur, kini semakin surut pelanggannya. Saat itu Sri tidak bisa mengendarai sepeda, sehingga dalam menjajakan kasur Sri membawanya dengan cara menggendongnya, dan suami Sri membawa kasur dengan cara memikulnya. Mereka berjalan kaki dari desa kedesa dan antar kecamatan pun mereka  lampaui dengan jalan kaki.

Awal dari kebangkrutan Sri adalah ketika putri angkatnya menikah pada tahun 1985. Putrinya mau menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya bila acara pernikahannya dibuat meriah. Akhirnya modal usaha Sri pun terkuras demi kasih sayangnya terhadap putrinya. Sepinya pelanggan semakin membuat keadaan Sri terpuruk. Akhirnya Sri memutuskan untuk sementara merantau meninggalkan keluarga.

Dalam perantauannya Sri didaerah Kradenan Jawa Tengah selama empat bulan membuahkan hasil yang memuaskan. Sri bertemu dengan seorang carik Kradenan yang baik hati. Carik tersebut memberikan peluang Sri untuk memulai usahanya. Sri diminta untuk mengolah kapuknya hingga menjadi berbagai kebutuhan. Dari mengupas randu, menjemur, mengayak, hingga memproses menjadi kasur. Sri diberi  upah sebesar 8.000 rupiah. Selain itu sisa biji randu dan daging randu (jegul) diberikan kepada Sri secara cuma-cuma. Dengan upah tersebut Sri pulang kepada keluarganya dan memulai kembali usahanya. Berkat modal biji randu dan daging randu dari carik Kradenan, Sri mampu berdikari dengan keluarga kecilnya. Hingga kini usaha Sri menjadi turun temurun pada empat anaknya yang menjadi pengusaha kasur.
(KIM Kapuk Mekar)
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | KIM Kapuk Mekar | RTIK Bojonegoro
Copyright © 2011. KIM KAPUK MEKAR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Blogger Bojonegoro
Proudly powered by Blogger